Berbicara mengenai pertanian, terutama
sawah, hal pertama yang terlintas di benak kita adalah kotor, becek, jorok dan
lain sebagainya. Tak bisa dipungkiri, hal tersebut memanglah benar. Namun,
tidakkah kita tahu bahwa dari sanalah kebutuhan pangan kita berasal. Karena
apa? Ya, tentu saja karena mayoritas dari penduduk Indonesia mengonsumsi nasi
yang tidak lain adalah hasil olahan beras yang ditanak. Hal lain yang juga
terlintas dibenak kita tentu saja petani. Tidak sedikit orang yang memandang
sebelah mata profesi ini, selalu memberi citra ‘miskin’ bagi siapapun yang
menggelutinya. Padahal, ia lah ujung tombak kehidupan kita, berkatnya kita
masih bisa merasakan lezatnya biji ajaib yang bernama nasi. Pencitraan yang
tidak benar mengenai petani inilah yang harus kita luruskan.
Tahukah anda? Bahwa petani merupakan asset
terbesar di bidang pangan yang kita miliki. Siapakah yang seharusnya
memberdayakannya? Pemerintah? Ya, tentu saja pemerintah tidak hanya diam dalam
hal ini, pemerintah sudah melakukan upaya maksimalnya untuk memberikan dukungan
moril dan materil untuk memberdayakan petani. Sebagai contoh, subsidi pupuk,
bantuan peralatan melalui mekanisme kelompok tani yang diberikan secara
agregasi dirasa cukup membantu para petani. Selain pemerintah, lalu siapa lagi?
Kita? Harus, kita mempunyai kewajiban lebih dalam memberdayakan petani
ketimbang pemerintah. Wajib kita ketahui, pekerjaan petani bukan pekerjaan yang
sembarangan, bisa jadi anda atau mungkin saya belum tentu bisa melakukannya. Setiap
hari bermandi keringat disengat teriknya matahari, berteman emosi yang
senantiasa datang ketika hama menghampiri, rela tidak tidur ketika musim
pengairan terjadi – hanya orang-orang bermental baja dan memiliki kesabaran
ekstra yang mampu menjalaninya.
Saya lebih teriris lagi ketika ada yang
mengatakan bahwa petani adalah pengangguran musiman. Hal yang sangat tidak patut
untuk menggambarkan pahlawan pangan yang satu ini. Wajib diingat, petani BUKAN
pengangguran musiman, mereka masih tetap bekerja meski musim tanam telah usai, dan
yang pasti mereka tetap mempriyoritas utamakan pekerjaan mereka sebagai petani
ketika musim tanam telah tiba. Kerja keras mereka adalah demi kita dan demi meningkatkan
produktifitas pangan di Indonesia yang mengalami penurunan tajam karena jumlah
sawah beririgasi di Indonesia menyusut hingga 3.000 hektare per hari dari
jumlah total 7,4 juta hectare.
Untuk itu,
sudah sepatutnya kita – tidak hanya pemerintah, turut memberdayakan petani
semaksimal mungkin, karena dialah ujung tombak penghasil pangan yang kita
konsumsi. Ibarat butir-butir keringatnya yang kemudian tumpah menjadi
bulir-bulir padi yang siap berevolusi menjadi biji ajaib yang kita konsumsi
sehari-hari – Itulah penggambaran petani. Dari jerih payahnya kita masih bisa
menikmati kelezatan nasi dan berkat cucuran keringatnya kita masih bisa
menjalani hidup ini. Ialah perantara luar biasa yang diberikan Tuhan untuk
kita.
berikan komentar dan kritik anda atas post ini :)
BalasHapusnice post bro (y), kata-katany great bgtt
BalasHapusYa makasih gan
BalasHapuspenyampaian yg sederhana, lugas namun mengena,.. nice (y),.. sdah sepatutnya kita memberdyakan petani, kalau bukan kita, siapa lagi?
BalasHapusWOW, good gan!
BalasHapusAji :: bner bgt itu, kitalah yg sepatutnya memberdayakan mereka. mkasih gan
BalasHapusAnnisa :: mkasih ya
Bagus sekali postingan anda, sunggung sangat berbobot dan bermanfaat.
BalasHapusthanks banget bro, hehe
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus"Ibarat butir-butir keringatnya yang kemudian tumpah menjadi bulir-bulir padi yang siap berevolusi menjadi biji ajaib yang kita konsumsi sehari-hari – Itulah penggambaran petani. Dari jerih payahnya kita masih bisa menikmati kelezatan nasi dan berkat cucuran keringatnya kita masih bisa menjalani hidup ini. Ialah perantara luar biasa yang diberikan Tuhan untuk kita"
BalasHapusGilee, merinding gw ngebacanya! ini yg utk lomba blog IPB it kan? sukses ya, semoga menang, keren banget artikel lu, good!
Wkkwk iya, nice bgt kta2 komennya bro (y) thanks
BalasHapus